Friday 29 January 2016

Cara Berpikir Positif Menurut Hindu (Smart and Healthy Thinking)


Cara Berpikir Positif Menurut Hindu (Smart and Healthy Thinking) -- Manusia pada dasarnya adalah mahluk ciptaan Tuhan yang dibekali dengan Tri Pramana (sabda, bayu dan idep). Meskipun manusia dilengkapi dengan Budi agar mampu menggunakan Wiweka Jnana untuk hal-hal yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, namun tetap saja pengaruh pikiran negatif datang dari berbagai arah dan beberapa faktor yang menyebabkannya meskipun hal itu tidak diinginkan. Pikiran diibaratkan seperti monyet yang tidak bisa diam dan selalu ingin melompat kesana kemari dan terkadang tanpa tujuan yang jelas, artinya tidak fokus.

Manas atau pikiran itu sendiri menduduki posisi sentral bagi esensi keberadaan para mahluk. Karena bagi manusia dan mahluk-mahluk lainnya, manas (pikiran-lah) yang membawanya ke dalam kelahirannya ke dunia, ke dalam roda samsara.  Maharsi Chanakya dalam Upanishad menuliskan: “mana eva manushyãnam kãranam bandha mokshayoh" manas-lah yang menyebabkan manusia terpenjara dalam kehidupan (roda samsara), maupun sebaliknya, mencapai moksha atau pembebasan. Semua tindakan, kejadian dan sebab-akibat dalam hidup manusia dimulai dari pikirannya sendiri.

Pikiran yang terang akan membuka jalan menuju penerangan, pikiran yang gelap akan menjerumuskan ke dalam kegelapan. Membersihkan pikiran adalah tugas dharma tersulit sekaligus tertinggi bagi para mahluk, yang hanya bisa dicapai melalui sadhana yang tekun dan disiplin.

Ajaran Hindu mengajarkan kalau badan yang membungkus kesadaran terdiri dari dua jenis badan, yaitu badan fisik dan badan pikiran. Seperti yang termuat di dalam dua puluh empat tattva (asas dasar) dari Samkhya Darsana, Panca Maya Kosha dari Vedanta Darsana dan Yoga Sutra dari Yoga Darsana.

Kalau dijelaskan realitas diri kita yang sejati ini bukan TUBUH kita, tentu mudah dimengerti, terutama karena ketika kita mati, tubuh ini kita tinggalkan. Tapi kalau dijelaskan realitas diri kita yang sejati ini bukan PIKIRAN kita, seringkali agak susah dimengerti. Padahal sebenarnya pikiran kita, apa yang kita pikirkan, hanyalah hasil dari vasana (rangkaian memory, pengalaman, kecenderungan, doktrin yang ditanamkan, dsb-nya).

Membuat indriya (tubuh) kita diam (sangat terkelola dan terkendali) agak mudah dilakukan. Tapi membuat pikiran kita diam, hening, adalah yang paling sulit dilakukan. Perlu praktek dan latihan yang sangat panjang.

Salah satu cara agar membuat pikiran tetap positif adalah dengan menjaga keseimbangan berpikir melalui hening. Apa pentingnya membuat pikiran hening? Ketika pikiran kita diam (hening, sepi), disanalah realitas yang sejati, yang absolut, akan muncul. Atau jivan-mukti kalau dalam istilah Vedanta, jiwa yang terbebaskan. Karena itu para satguru Yoga seperti Maharsi Patanjali mengajarkan puncak dari yoga adalah "samadhi", keadaan ketika riak-riak pikiran berhenti. Para satguru Advaita Vedanta seperti Maharsi Ramana dan Nisargadata Maharaj selalu mengajarkan "silence" (diam, hening). Leluhur orang Bali menamakan beberapa pura sebagai mangening (maha hening). Tahun baru saka dirayakan dengan hari raya NYEPI (sepi "diluar" sepi "didalam", keheningan sempurna). Puncak penataran agung pura besakih disebut stana Sang Hyang Embang (beliau yang maha suci yang maha hening). Berikut ini cara berpikir positif:

1. Manacika
Berhenti berpikiran negatif, mulai belajar melihat segala hal dari sisi positif. Hidup ini selalu berada dalam lingkaran Rwa Bhinneda. Latihlah diri untuk selalu memiliki pikiran positif, selalu berpikir positif dari setiap kejadian. Rubah cara pandang kita. Misalnya (contoh): Kalau suami/ istri cemburu, jangan lihat marah dan cemburunya, tapi lihat akarnya, yaitu: cinta. Sebab cemburu adalah salah satu ekspresi cinta yang dangkal. Katakan ke diri sendiri, dia cemburu karena dia cinta sama saya.

Contoh lain: Kalau tetangga melempar tahi ke rumah kita, tetaplah berpikir positif. Katakan ke diri sendiri, baik sekali tetangga itu mau memberi saya pupuk kandang secara gratis.

Contoh lain: Kalau kita sudah tua dan sakit-sakitan, lihatlah itu sebagai hal yang baik, karena berarti menjelang kematian kita sedang banyak-banyak membayar hutang karma.

Contoh lain: Ketika bertemu orang jahat sama kita, jangan lihat perbuatannya, tapi lihat dia sebagai guru sejati yang sedang mengajarkan dan membuat kita menjadi sabar dan bijaksana.

Pikiran positif sangat menyelamatkan. Menyelamatkan kita dari roda kemarahan dan kebencian, menyelamatkan kita dari karma buruk, menyelamatkan kita dari kelahiran ke alam-alam bawah (bhur loka) ketika kita mati. Dan siapa saja yang pikirannya selalu positif, selalu melihat segala hal dari sisi positif, kesabarannya akan tumbuh sempurna, kebijaksanaannya mendalam  dan jiwanya tersembuhkan. Dia tidak saja menyegarkan batin orang lain, membuat orang lain bahagia, tapi batinnya sendiri juga menjadi cerah dan terang.

2. Wacika
Berhenti berkata-kata (mengeluarkan omongan) negatif, mulai belajar berkata-kata dan bercerita yang positif. Penting sekali untuk selalu mengeluarkan perkataan yang positif. Karena apa yang kita bicarakan akan menjadi apa yang kita pikirkan. Yang celaka adalah, apa yang kita bicarakan, lalu pikirkan, sebagian juga bisa jadi kenyataan. Sehingga penting sekali untuk selalu berkata-kata dan berbicara yang positif.

Kalau bisa hindari bergosip, apalagi kalau kita mengumpat, mencaci-maki, menjelek-jelekkan orang lain, mengadu domba, memfitnah (raja pisuna). Karena ketika kita selalu eling dan disiplin untuk berkata-kata dan bercerita yang positif, bukan saja diri kita sendiri dan orang lain menjadi lebih bahagia, tapi pikiran kita juga terkendali.

3. Kayika
Berhenti melakukan tindakan yang negatif, mulai belajar bertindak yang positif. Tugas pertama kita disini adalah ahimsa (tidak menyakiti). Bersikaplah eling dan disiplin agar tindakan kita tidak pernah menyakiti mahluk lain. Akan lebih baik lagi kalau kita bisa melakukan banyak kebaikan dan kebajikan. Setiap kali ada kesempatan, lakukan kebaikan dan kebajikan. Welas asih kepada semua mahluk. Karena apa yang kita lakukan mempengaruhi apa yang kita pikirkan. Ketika kita selalu eling untuk bertindak yang positif, yang penuh dengan kebaikan, kita tidak saja menyegarkan batin orang lain atau mahluk lain, tapi kita juga menyegarkan batin kita sendiri.

Tugas kedua kita adalah tidak melakukan hal-hal yang melanggar tattwa. Misalnya (contoh) jangan korupsi, jangan mencuri, jangan menipu, jangan merusak milik orang lain, jangan melakukan pelecehan seksual (dratrikrama), dll. Karena setiap hal tersebut tidak saja akan menghasilkan karma buruk, tapi juga memperkeruh pikiran kita sendiri. Tidak saja menyakiti orang lain, tapi sekaligus juga kelak akan menyakiti diri kita sendiri.

4. Sattvika Sangam
Hati-hati dalam bergaul, karena pergaulan menentukan bagaimana diri kita nantinya. Kalau kita adalah pemula, yang batinnya masih belum kokoh dan mudah goyah, perlu banyak-banyak bergaul dengan orang yang baik dan perlu untuk banyak mengurangi pergaulan dengan orang yang bisa membawa kita ke arah kegelapan.

Tanpa menggunakan persepsi dualitas (baik-buruk, benar-salah, suci-kotor, tinggi-rendah): hati-hatilah dalam bergaul. Kalau kita berteman dengan orang baik, dalam waktu sekian tahun kita juga bisa menjadi orang baik. Kalau kita berteman dengan orang tidak baik, dalam waktu sekian tahun kita juga bisa menjadi orang tidak baik. Misalnya (contoh): kalau kita berteman dengan orang yang suka berjudi, kalau kesadaran tidak kuat, lama-lama kita juga bisa ikut menjadi penjudi. Kalau kita berteman dengan orang yang suka mabuk-mabukan, kalau kesadaran tidak kuat, lama-lama kita juga bisa menjadi orang yang suka mabuk-mabukan. Dll.

Ini penting untuk dilaksanakan bagi para pemula, yang batinnya masih belum kokoh dan mudah goyah. Tapi akan terbalik kalau kita sudah menjadi seorang sadhaka yang batinnya sudah bersih dan kokoh.

5. Sattvika Vidya
Hati-hati memasukkan sesuatu ke dalam pikiran kita. Kalau serius melatih pembersihan pikiran, penting sekali untuk kita. Seperti kalau membaca koran hati-hati, mendengarkan radio hati-hati, menonton tv hati-hati dan membaca buku juga hati-hati. Karena itu yang akan menentukan apa yang kita masukkan ke dalam pikiran kita. Apa yang kita dengar, apa yang kita rasakan dan apa yang kita lihat, semuanya berpengaruh kepada pikiran yang tumbuh dan berkembang di dalam diri kita.

Kalau bisa baca/ tonton/ dengarkan yang lembut-lembut. Sinetron yang penuh kekerasan, kalau bisa jangan ditonton. Baca koran, berita kriminal dan kerusuhan cukup baca judul-judulnya saja. Sebab nanti efeknya berbahaya. Coba saja kita konsumsi ”pikiran” kita dengan berita kriminal, korupsi, konflik, penipuan, perceraian, perselingkuhan atau gosip infotainment. Atau coba dengarkan musik-musik yang bertema perselingkuhan atau kebencian. Rasakan bagaimana dampaknya pada emosi dan jalan pikiran kita sendiri. Sadar ataupun bawah sadar, semuanya berpengaruh pada diri kita. Dan ini termasuk juga kalau kita tidur di depan televisi/ radio/ tape yang menyala. Pikiran bawah sadar kita tidak pernah tidur. Sehingga kita tidak tahu, informasi apa yang diterima oleh pikiran bawah sadar kita melalui televisi/ radio/ tape saat kita tidur.

Hal ini juga termasuk di dalam belajar agama dan membaca buku suci. Terutama membaca bacaan yang bisa membuat kita fanatik. Karena bahkan kesucian-pun bisa menjerumuskan kita ke dalam jurang kesombongan dan avidya. Kalau kita menyebut diri kita benar dan orang lain salah. Kalau kita menyebut diri kita suci dan orang lain kotor atau salah.

Karena itu, lakukan seperlunya saja dalam berinteraksi dengan hal-hal yang keras dan dualistik melalui media informasi. Lebih banyak berinteraksi dengan hal-hal yang bisa membimbing kita menuju pemikiran yang terang. Misalnya hal-hal yang berkaitan dengan harmony, rendah hati, welas asih, kesadaran, pengendalian diri, kebaikan dan saling tolong-menolong.

6. Yoga
Rajinlah meditasi, sembahyang atau melukat. Setelah memiliki pondasi dasar keseharian yang baik, yoga adalah sarana paripurna di dalam pembersihan pikiran. Misalnya Bhakti Yoga. Sembahyang adalah sebuah kekuatan "penyembuhan batin" bagi diri kita. Dengan catatan, sembahyang dilakukan dengan hati-hati. Dalam arti kalau bisa dalam sembahyang kurangi meminta, banyak-banyak mengucapkan terimakasih. Kalau anda seorang bhakta, tekunlah berjapa dengan Gayatri Mantram. Atau kalau sembahyang, cakupkan tangan dan ucapkan "Aum Deva Suksma Paramaacintya Ya Namah Svaha". Terimakasih atas semuanya. Semakin sedikit yang kita minta semakin bagus. Atau Raja Yoga. Kalau anda seorang yogi, penekun jalan-jalan meditatif, jangan lalai dan rajin-rajinlah meditasi. Sebab meditasi adalah sarana yang benar-benar membantu kita di dalam pembersihan pikiran.

Kita harus memahami bahwa segala macam bentuk yoga, seperti meditasi, sembahyang atau melukat, dll, bukanlah tujuan akhir, melainkan sebagai sarana yang bisa membantu kita di dalam membersihkan pikiran. Kalau setelah melewati jangka waktu panjang kita banyak meditasi, sembahyang atau melukat, dll, tapi batin kita masih saja tetap kotor, maka berarti ada sesuatu yang salah disana, yang harus kita renungkan kembali (umumnya karena tidak dilandasi oleh pondasi dasar keseharian yang baik).

REFERENSI
  • Prabhupada, Sri-Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami. Bhagavadgita Menurut Aslinya.
  • Rumah Dharma. 2010. Dasar-dasar sadhana bagi pembersihan pikiran [Tapa Manasa]. https://www.facebook.com. Diakses Pada Tanggal 29 Januari 2016.
  • Wasiwa. 2016. Cara Berpikir Positif Menurut Hindu (Smart and Healthy Thinking). Mahayuge.blogspot.com. Diakses Pada Tanggal 29 Januari 2016.

Cara Berpikir Positif Menurut Hindu (Smart and Healthy Thinking) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown
Posted by Maha Yuge
Maha Yuge Updated at: 11:38

0 komentar:

Post a Comment