Widura mengatakan bahwa berdasarkan Kitab Suci, orang yang buta sejak lahir tidaklah pantas untuk menjadi seorang pemimpin. Meskipun ia merupakan anak tertua dari sebuah keturunan yang terpandang sekalipun. Karena hanya pada saat seorang anak memiliki kesetaraan, hanya pada saat itulah anak tertua memiliki hak untuk menjadi seorang pemimpin. Seperti halnya sebuah musim, “Cuaca dari musim panas mendahului musimnya hujan, tapi musim hujan sendiri jauh lebih penting. Karena pada saat itulah hujan paling banyak turun.” Sama halnya dengan saat memilih seorang pemimpin dan memutuskan berdasarkan usia atau kebajikan, maka akan lebih bijak jika memilih kebajikan.
“Susu dari singa betina hanya bisa ditampung dalam sebuah wadah emas, dan bukan dari wadah yang terbuat dari tembaga”. Begitu juga dengan kemampuan memimpin suatu wilayah hanya bisa dilakukan oleh sosok yang memiliki kesempurnaan, dan bukan yang tidak lengkap.”
Pengelihatan adalah senjata pertama bagi seorang pemimpin. Jika seorang pemimpin tidak bisa membaca exspresi wajah rakyatnya, maka dia tidak akan bisa mengenali musuh dari wilayah yang dipimpinnya. “Saat seorang pergi berburu, dia harus melihat keadaan dari sekelilingnya. Dia juga harus melihat kebahagiaan dan penderitaan. Saat ada seseorang yang menangis meminta keadilan padanya, selain dari mendengar suara tangisannya sangat penting juga untuk melihat penderitaannya”
Pertanyaannya adalah mengapa untuk melakukan hal tersebut tidak menggunakan kehadiran perdana mentri, jendral, dewan mentri? Karena mereka semua hanyalah pemandu pemimpin saja, dan saat sang pemimpin berada dalam keadaan lemah, perdana mentri, jendral, dewan mentri dan lainnya pada saat itu tidak akan mungkin menggantikannya.
Dalam kisah Mahabharata, saat perdebataan untuk menjadikan Drastrastra sebagai raja Hastinapura berlangsung menegangkan karena Widura tidak setuju orang buta yang menjadi raja. Sangkuni justru memanfaatkan keadaan tersebut dengan mengatakan bahwa Widura ingin menjadi raja sehingga ia melarang Drastrarastra menaiki tahta kerajaan. Satyawati pun setuju dengan pernyataan Sangkuni dan meminta Widura menjawabnya.
Mendapatkan penghinaan itu Widura merasa sedih dan berkata: “Tugas dari duri adalah melindungi pohonnya. Entah ia memiliki keinginan atau kekuatan untuk menggantikan bunga atau tidak, aku tetap adalah duri dari pohon itu. Kapanpun keselamatan dari kerajaan ini terancam, maka aku akan muncul sebagai duri. Bunga dari sebuah pohon memang untuk dipersembahkan kepada Dewa, tapi durilah yang harus pertama disingkirkan, dan itu tidak membuatku sedih. Aku harus selalu memenuhi tanggung jawabku sebagai sebuah duri.”
Mendengar pernyataan Widura, Bhisma lalu meyakinkan kepada Satyawati bahwa sedikitpun dirinya tidak memiliki keraguan akan kebijaksanaan Widura. Keraguan pada Satyawati pun akhirnya lenyap, tetapi ia tidak rela jika tahta Hastinapura mengalami kekosongan lebih lama lagi. Pada saat itu, Widura langsung mengusulkan Pangeran Pandu untuk menjadi raja. Meskipun Pandu sempat beberapa kali menolak karena tugas dari seorang adik adalah melayani kakaknya, tetapi setelah dijelaskan oleh Bhisma, Widura dan Satyawati, ia pun mau mengemban tanggung jawab tersebut. Tetapi bukan sebagai raja, melainkan memerintah atas nama kakaknya Drastrarastra, seperti Bharata dan Sri Rama.
Sekarang, bisakah anda menangkap kesimpulan dari apa yang telah anda baca? Lalu ingatkah anda dengan ajaran Asta Brata yang pernah di terapkan oleh Soekarno? Kalau begitu, penulis akan menyinggung sedikit tentang ajaran Asta Brata. Terminologi dari Asta Brata itu sendiri adalah delapan kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Delapan kepemimpinan itu adalah sebagai berikut:
1. Indra Brata, seperti halnya Dewa Indra yang selalu memberikan hujan dan air yang memungkinkan tumbuh dan hidupnya tumbuh-tumbuhan serta makhluk didunia ini. Artinya, seorang pemimpin harus selalu memikirkan nasib rakyatnya, selalu bekerja untuk mencapai kemakmuran masyarakat secara menyeluruh. Pemimpin dituntut untuk bisa memupuk hubungan kemanusiaan (human relation) guna menegakkan kebenaran dan keadilan.
2. Yama Brata, Laku Dewa Yama sebagai dewa keadilan dengan menghukum segala perbuatan jahat terkandung bahwa seorang pemimpin haruslah berlaku adil terhadap seluruh pengikut yang ada dengan menghukum segala perbuatan yang jahat dengan menjatuhi hukuman yang sesuai dengan besarnya kesalahan mereka dan menghargai perbuatan yang baik. Apabila pemimpin tidak bersikap adil maka akan timbul krisis kewibawaaan dan anarki dalam menjalankan tugas. Sesuai dengan hukum karma phala maka hukuman tersebut harus bersifat edukatif dimana hukuman yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan, sehingga bawahan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas kewajibannya.
3. Surya Brata: seorang pemimpin harus bisa mengenali semua wajah rakyatnya, dan tidak membedakan antara si kaya maupun si miskin. Ia harus bersikap adil terhadap semua rakyatnya, seperti sinar mentari yang menyinari semua mahluk di seluruh alam semesta.
4. Candra Brata, Candra Brata tersimpul bahwa seorang pemimpin diharapkan memberikan penerangan yang sejuk dan nyaman. Seseorang akan menjadi senang dan taat apabila kebutuhannya dapat dipenuhi, baik bersifat material maupun bersifat spiritual.
5. Bayu Brata, Pemimpin harus dapat mengetahui segala hal ikhwal dan pikiran anak buahnya, sehingga dapat mengerti lebih dalam, terutama dalam kesukaran hidupnya maupun dalam menjalankan tugasnya, namun tidak perlu diketahui oleh anak buah. Dalam manajemen, hal ini dinamakan employee concelling.
6. Kuwera Brata, Pemimpin haruslah dapat memberikan contoh yang baik kepada anak buahnya seperti berpakaian yang rapi sebab pakaian itu besar sekali pengaruhnya terhadap seorang bawahan. Hal lain yang terkandung adalah sebelum seorang pemimpin mengatur orang lain, pemimpin haruslah bisa mengatur dirinya sendiri terlebih dahulu.
7. Baruna Brata, Seorang pemimpin hendaknya mempunyai pandangan yang luas dan bijaksana didalam menyikapi semua permasalahan yang ada. Pemimpin mau mendengarkan suara hati atau pendapat anak buah dan bisa menyimpulkan secara baik, sehingga dengan demikian bawahan merasa puas dan taat serta mudah digerakkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
8. Agni Brata, Seorang pemimpin haruslah mempunyai semangat yang berkobar-kobar laksana agni dan dapat pula mengobarkan semangat anak buah yang diarahkan untuk menyelesaikan segala pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
0 komentar:
Post a Comment