DURWASA SANG BRAHMANA PEMARAH
Nama lain : Durvasa
Arti Nama : Yang Sangat Merepotkan, Yang Mengenakan Jubah Kotor
Ras : Manusia Awatara, Awatara Siwa.
Golongan : Brahmana
Senjata : Shapa (kutukan)
Masa kemunculan : Satya Yuga, Treta Yuga, dan Dwapara Yuga.
Lawan Utama : Tidak ada, hampir semua orang ia musuhi.
Di antara seluruh manusia awatara yang pernah hadir ke dunia, barangkali Durwasa adalah manusia awatara sekaligus brahmana yang paling merepotkan semua orang yang ia datangi. Durwasa adalah brahmana paling ‘rewel’ dan mudah naik darah dibandingkan brahmana-brahmana lainnya. Bahkan Parasurama Awatara sekalipun ‘kalah seram’ jika harus dibandingkan dengan Durwasa. Parasurama masih bisa ‘diajak ngomong’ dan diberi pengertian sementara Durwasa tidak.
KELAHIRAN DURWASA
Ada masanya ketika para Trimurti sekalipun berselisih paham dengan sengit dan di antara Trimurti, Siwa adalah yang paling berbahaya jika sudah lepas kontrol. Perselisihan itu membuat amarah Siwa memuncak dan membuat dewa-dewa lain undur diri dari hadapan Siwa supaya tidak terkena efek kemarahan beliau (mereka sudah kapok dengan kejadian Virabhadra beberapa waktu yang lalu). Parwati kemudian protes pada Siwa dengan mengatakan rasanya mustahil dirinya bisa hidup dengan suami pemarah seperti Siwa. Sadar bahwa perilakunya merepotkan dan menyebalkan istrinya, Siwa berusaha meredam amarahnya, tapi karena sulit, akhirnya Siwa mengalihkan sebagian rasa amarahnya kepada Anasuya, istri seorang Prajapati bernama Atri. Anasuya sendiri adalah ibu dari Dattareya, awatara gabungan Brahma, Wisnu, dan Siwa. Efek dari tindakan Siwa ini adalah hamilnya Anasuya dan lahirlah seorang anak yang rewel dan pemarah bernama Durwasa.
PEMICU SAMUDRA MANTHAN
Durwasa adalah brahmana Siwasidanta yang sering menjalankan lelaku ekstrem (dalam beberapa hal lebih ekstrem daripada Aghori, meski tidak pernah dicatat bahwa Durwasa pernah makan jenazah). Salah satu lelaku ekstremnya adalah berjalan tak tentu arah dalam suatu lelaku yang mensyaratkan dirinya berlaku bak orang tidak waras. Pada suatu hari ia bertemu dengan bidadari dan meminta karangan bunga yang menghiasi kepala bidadari itu. Bidadari itu menyerahkan karangan bunga miliknya pada Durwasa.
Durwasa mengenakan karangan bunga itu di kepalanya kemudian melanjutkan perjalanannya. Di tengah jalan ia bertemu dengan Indra, raja para dewa, yang tengah menunggangi gajah Airawata. Sebagai tanda hormatnya pada sang raja dewa, Durwasa menyerahkan karangan bunga yang diberikan bidadari tadi kepada Indra (meski cara memberikannya agak tidak sopan: dilempar ke Indra yang masih menaiki gajah). Indra sudah paham kelakuan sang rsi dan menangkap karangan bunga itu lalu meletakkannya ke kepala Airawata.
Tapi Airawata jengkel dengan aroma bunga yang terlalu kuat itu sehingga gajah itu menggoyang-goyangkan kepalanya lalu melemparkan karangan bunga itu ke tanah. Durwasa yang masih ada di sana dan melihat pemberiannya dibuang begitu saja langsung melepaskan kutukan kepada Indra yang mengurangi kekuatan Indra dan seluruh dewa-dewa yang ia perintah. Meski Indra sudah minta maaf dan mengatakan bahwa ini semua adalah kesalahpahaman, Durwasa tetap tidak mau mendengar alasan Indra. Kutukan ini membuat kekuatan dewa menjadi jauh berkurang dan perlahan-lahan akan menghilang. Mengetahui Durwasa sudah mengutuk para dewa, Mahabali pun melancarkan serangan ke kahyangan dan Indra pun terpaksa mundur.
Para dewa kemudian menghadap Wisnu dan Wisnu menyarankan, guna mengurangi efek kutukan ini, para dewa harus bekerjasama dengan para asura untuk mengaduk lautan susu guna mendapatkan amerta (air keabadian). Pasca mendapatkan amerta, efek kutukan Durwasa jauh berkurang meski tetap saja, sedikit demi sedikit kekuatan para dewa berkurang.
SHAKUNTALA
Ada seorang gadis muda bernama Shakuntala. Ia adalah anak biologis dari Wiswamitra (guru Rama dan Laksmana) namun diasuh oleh seorang Rsi bernama Kanwa. Shakuntala menarik hati seorang raja bernama Dhusyanta dan raja itu pun menikahi Shakuntala. Namun sang raja harus kembali ke kerajaannya untuk beberapa saat dan meninggalkan Shakuntala di hutan namun berjanji kelak akan menjemputnya.
Sebagaimana lazimnya pengantin baru, Shakuntala sehari-hari selalu membayangkan wajah Dhusyanta hingga suatu hari rumahnya kedatangan tamu yang tak lain adalah Durwasa. Tapi ketika Durwasa datang, Shankuntala tidak menghiraukannya dan ia baru sadar ada tamu ketika Durwasa mengutukinya supaya siapapun orang yang Shakuntala bayangkan akan melupakannya. Ngeri akan efek kutukan Durwasa, seorang teman Shakuntala menyusul Sang Rsi dan menjelaskan duduk perkaranya dan memohon supaya Sang Rsi mengampuni Shakuntala. Kali ini Durwasa bersikap agak lunak. Ia mengubah kutukannya dan memastikan bahwa Dhusyanta kelak akan kembali kepada Shakuntala ketika sang raja melihat benda pemberian yang ia berikan pada Shakuntala. Shakuntala sendiri kelak akan menjadi ibu dari Bharata (moyang Bisma dan raja-raja Hastina lainnya).
RAMAYANA
Pasca menjadi Raja Ayodhya, seorang rsi yang sebenarnya adalah Yama (Dewa kematian) mendatangi Rama dan hendak berbincang empat mata secara pribadi. Yama mengingatkan Rama bahwa perbincangan mereka tidak boleh didengar orang lain ataupun diinterupsi dan orang lain yang mendengar perbincangan mereka harus dibunuh. Rama setuju dan menyuruh saudaranya, Laksmana, untuk menjaga di depan.
Lalu datanglah Durwasa dan ia memaksa Laksmana untuk memberitahukan kedatangannya pada Rama. Laksmana membujuk sang rsi untuk menunggu sampai pembicaraan Rama dengan Yama selesai, tapi Durwasa sekali lagi bersikap rewel dan mengancam akan mengutuki seluruh Ayodhya jika Laksmana tidak memberitahu Rama soal kedatangannya. Laksmana pun akhirnya terpaksa masuk dan melihat hal ini Rama menjadi bimbang. Sebab ia tidak tega membunuh saudaranya sendiri. Pada akhirnya, Rama meminta Laksmana pergi dari Ayodhya demi kebaikan dirinya dan Rama. Laksmana pun akhirnya menjadi pertapa di Sungai Sarayu (Serayu) dan sampai akhir hidupnya, Laksmana tidak pernah menemui Rama lagi.
MAHABARATHA
Meski punya reputasi ‘tidak baik’ selama ini, ada masanya di mana Durwasa bisa jadi pribadi yang ‘menyenangkan’. Hal ini dialami oleh Kunti, yang kelak akan menjadi istri Pandu, dan ibu bagi para Pandawa. Di masa mudanya, ayah Kunti kedatangan tamu rsi menyebalkan yang satu ini dan sang raja meminta tolong pada Kunti untuk melayani rsi ini sebaik-baiknya.
Kunti melayani sang rsi dengan sabar tak peduli betapa seringnya rsi itu mengomel, dan selalu menyediakan permintaan sang rsi meski permintaannya kadang aneh dan agak tidak masuk akal (seperti minta makan di tengah malam di saat semua dayang dan juru masak sudah tidur). Ketika Kunti sanggup memenuhi itu semua, Durwasa sangat senang dan mengajarkan pada Kunti sebuah mantra dari Atharwaweda yang memungkinkan Kunti memanggil Dewa manapun yang ia inginkan dan mendapatkan anak dari Dewa-Dewa itu.
Kunti pernah ceroboh memakai mantra ini untuk ‘main-main’ sehingga ia tak sengaja memanggil Surya (Dewa Matahari) dan melahirkan Karna. Saat menikah dengan Pandu dan Pandu tiba-tiba saja tidak bisa memberikan anak padanya, Kunti memanggil tiga dewa untuk memberinya anak yakni: Yama (ayah dari Yudhistira), Bayu (ayah dari Bima), Indra (ayah dari Arjuna). Ia juga mengajarkan mantra ini pada istri kedua Pandu yakni Madri dan Madri pun mendapatkan si kembar Nakula dan Sadewa dari Aswin (Dewa Pengobatan).
Saat Pandawa dibuang ke dalam hutan, Durwasa mengunjungi Duryodhana dan pasca menjamu sang rsi, Duryodhana meminta Durwasa mengunjungi para Pandawa pula supaya para Pandawa mendapatkan sedikit ‘penghiburan’ (Alasan sebenarnya: supaya Pandawa kena kutuk Durwasa karena mustahil memuaskan permintaan Durwasa dengan kondisi yang serba minim). Durwasa pun mendatangi Pandawa dan Pandawa (terutama Bima) langsung kelimpungan mencari makanan di hutan. Drupadi yang menjaga rumah langsung ketakutan setengah mati karena ada rsi satu ini mampir ke rumah mereka. Tapi kemudian datanglah Krishna dan Krishna minta tolong pada Drupadi untuk memberinya makan (seadanya). Drupadi menyodorkan mangkok kosong yang isinya hanya sebiji beras dan sekerat sayur dan menyatakan bahwa ia puas dengan ‘makanan’ yang disajikan Drupadi.
Karena tahu bahwa Krishna adalah Wisnu itu sendiri dan Wisnu sudah menyatakan dirinya puas atas makanan yang dihidangkan Drupadi, Durwasa pun menjadi malu dan secara diam-diam pergi dari rumah para Pandawa dan tidak pernah lagi mampir ke sana. Para Pandawa yang kembali dari perburuan mencari makanan akhirnya batal menjamu Durwasa namun mereka mendapat stok bahan makanan tambahan.
- Seperti kebanyakan awatara Siwa lainnya, Durwasa hanyalah perwujudan dari sebagian kekuatan Siwa. Siwa tidak seperti Wisnu, jarang menjelma sepenuhnya menjadi awatara yang turun ke dunia.
- Pasca Bharatayudha berakhir, Durwasa tidak pernah disebutkan lagi dari kisah manapun. Mungkin ia sudah moksa atau masih hidup sama seperti Parasurama.
- Ayah Durwasa, Atri, adalah Sapta Rsi, namun Durwasa sendiri tidak termasuk golongan Sapta Rsi.
- Jumlah murid Durwasa adalah 10.000, dan 10.000 muridnya ini konon selalu mendampinginya dalam pengembaraannya dari satu kerajaan ke kerajaan lainnya.
SUMBER: Facebook
0 komentar:
Post a Comment