Kata
"Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya menang atau
bertarung. Galungan juga sama artinya dengan Dungulan, yang juga berarti
menang. Karena itu di Jawa, wuku yang kesebelas disebut Wuku Galungan,
sedangkan di Bali wuku yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan. Namanya
berbeda, tapi artinya sama saja. Seperti halnya di Jawa dalam rincian pancawara
ada sebutan Legi sementara di Bali disebut Umanis, yang artinya sama: manis.
Hakikatnya Galungan adalah perayaan kemenangan dharma melawan adharma. Selain itu, Galungan pada hakikatnya untuk mensinergikan kekuatan suci yang ada dalam diri setiap manusia untuk membangun jiwa yang terang untuk menghapuskan kekuatan gelap (adharma) dalam diri.
Hakikatnya Galungan adalah perayaan kemenangan dharma melawan adharma. Selain itu, Galungan pada hakikatnya untuk mensinergikan kekuatan suci yang ada dalam diri setiap manusia untuk membangun jiwa yang terang untuk menghapuskan kekuatan gelap (adharma) dalam diri.
Sejarah
hari raya Galungan berasal dari kepercayaan Hindu di Bali. Seorang asura
bernama Mayadenawa adalah bakta Siva yang sangat tekun, dengan memuja Siva, ia
memohon kekuatan agar mampu melakukan perubahan wujud. Dewa Siva berkenan
muncul dan mengabulkan keinginannya. Pada akhirnya Mayadenawa menjadi sangat
sakti dan mampu melakukan perubahan wujud hingga seribu kali perubahan.
Dengan kemampuan itulah raksasa ini menjadi sombong dan menguasai daerah Bali dan sekitarnya, saat itu tidak ada yang mampu untuk mengalahkanya. Ahirnya Dewa Indra turun ke bumi dan melakukan pertarungan dengan Mayadenawa. Pertarungan berlangsung sengit hingga membuat Dewa Indra mengeluarkan bajra. Singkat cerita raksasa Mayadenawa akhirnya gugur dalam pertarungan tersebut. Kemenangan Dewa Indra melawan raksasa Mayadenawa inilah yang dikenal sebagai Hari Raya Galungan.
Dengan kemampuan itulah raksasa ini menjadi sombong dan menguasai daerah Bali dan sekitarnya, saat itu tidak ada yang mampu untuk mengalahkanya. Ahirnya Dewa Indra turun ke bumi dan melakukan pertarungan dengan Mayadenawa. Pertarungan berlangsung sengit hingga membuat Dewa Indra mengeluarkan bajra. Singkat cerita raksasa Mayadenawa akhirnya gugur dalam pertarungan tersebut. Kemenangan Dewa Indra melawan raksasa Mayadenawa inilah yang dikenal sebagai Hari Raya Galungan.
Waktu
pelaksanaan hari raya Galungan memang sulit dipastikan kapan tepatnya pertama
kali diadakan, oleh siapa dan dimana. Namun menurut Drs. I Gusti Agung Gede
Putra selaku mantan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI memperkirakan
hari raya Galungan sebelum dirayakan oleh umat Hindu di seluruh Indonesia sudah
dilaksanakan oleh umat Hindu di Pulau Bali.
Menurut lontar Purana Bali Dwipa, hari raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804. Lontar tersebut berbunyi: “Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.” Artinya: Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, wuku Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.
Berdasarkan isi lontar di atas, sampai saat ini umat Hindu merayakan hari raya Galungan setiap 210 hari yaitu pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan) sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).
Menurut lontar Purana Bali Dwipa, hari raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804. Lontar tersebut berbunyi: “Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.” Artinya: Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, wuku Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.
Berdasarkan isi lontar di atas, sampai saat ini umat Hindu merayakan hari raya Galungan setiap 210 hari yaitu pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan) sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).
0 komentar:
Post a Comment